Senin, 18 Mei 2015

Pemberian Izin Pengelolaan Hutan Tanpa Kontrol, Satwa Langka Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrana) memberingas.



BENGKULU,SUARLISARIM.-Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrana) merupakan Satwa liar yang termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia (IUCN).
Populasi liar satwa ini diperkirakan hanya tersisa sekitar 400-500 ekor, terutama hidup di kawasan-kawasan konservasi, seperti taman-taman nasional di Sumatera termasuk TNKS yang ada di Provinsi Bengkulu.

Kucing besar ini mengalami ancaman kehilangan habitat karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut dan hutan hujan pegunungan terancam oleh berbagai kegiatan pembukaan hutan, seperti pembukaan lahan pertanian dan perkebunan komersial, kegiatan pertambangan, dan juga perambahan hutan oleh aktivitas pembalakan dan atau pembukaan kebun oleh masyarakat. Karena habitatnya semakin sempit dan berkurang, sering kali sejumlah harimau terpaksa memasuki pemukiman warga. 

Cukup banyak harimau yang dibunuh dan ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan yang tanpa sengaja dengan manusia. Kadang-kadang malah sebaliknya, ada juga kucing besar ini yang menyerang bahkan membunuh manusia yang ditemuinya.

Harimau sumatera yang makanannya hanya tergantung pada tempat tinggalnya saja dan seberapa berlimpah mangsanya. Sebagai predator utama dalam rantai makanan, harimau mepertahankan populasi mangsa liar yang ada di bawah pengendaliannya, sehingga keseimbangan antara mangsa dan vegetasi yang mereka makan dapat terjaga.
Harimau sumatera yang terkenal langka dan pemalu, sekarang ini malah menampakkan diri dan bahkan menyerang manusia seperti halnya kasus di Kabupaten Seluma.

“ Ada 57 ekor harimau sumatera, turun gunung atau keluar dari hutan mendekati pemukiman di berbagai wilayah Provinsi Bengkulu” begitu pernyataan yang disampaikan oleh salah seorang Kepala Seksi di Badan Konservasi Sumberdeaya Alam Bengkulu. Lebih tragis lagi, seorang petani di Desa Talang Beringin, Seluma Utara, tewas akibat diserang harimau (22/02/2015).
 
Sepanjang 5 tahun Terakhir, sejak tahun 2007 sampai 2011 tercatat sebanyak 395 konflik manusia dengan Harimau (Panthera tigris sumatrana) di sembilan provinsi disumatra. Diantaranya, Aceh : 106 Kasus, Bengkulu:82 Kasus, Jambi:70 Kasus, Lampung: 47 Kasus, Sumbar: 36 Kasus, Riau:26 Kasus, Ulu Masan Aceh: 15 Kasus, Sumut: 11 Kasusu, Sumsel: 2 kasus. Dari data tersebut, ternyata Provinsi Bengkulu menduduki peringkat ke dua sebagai provinsi yang memiliki konflik manusia dengan Harimau Terbanyak dari provinsi-provinsi yang ada di sumatra.

Masuknya harimau ini kepemukiman warga dan menyerang, mengindikasikan bahwa habitat mereka telah terganggu dan rusak. Secara alamiah, perilaku harimau hanya mencari makan untuk mempertahankan hidup dan berkembang biak untuk kelangsungan generasinya. Harimau mempunyai home range atau kawasan jelajah yang tetap, untuk mencari makan dan bertempat tinggal. Jika pada wilayah jelajahnya ketersediaan makanannya kurang maka harimau ini kemungkinan besar akan keluar untuk mencari makanan.

Hal ini juga di karenakan Pemberian ijin pertambangan, ijin perkebunan, ijin pengusahaan hutan, dan ijin-ijin kegiatan hutan lainnya, dengan luasan sampai ratusan ribu hektar tanpa adanya kontrol. dengan demikian sangat besar kemungkinan berdampak negatif pada berbagai sektor kehidupan. Salah satunya adalah terfragmentnya habitat harimau sumatera.

Rusaknya habitat harimau dan juga habitat mangsanya ini mengakibatkan harimau turun gunung dan mencari mangsa ke daerah pemukiman penduduk atau daerahnya yang diganggu penduduk. Turun gunungnya harimau ini, hanyalah sebagian kecil dari dampak pembangunan di era yang sekarang ini. sungguh tak terhitung banyaknya dampak lain jika pembangunan yang dilakukan tidak berwawasan lingkungan. Oleh karena itu, sudah saatnya kepala daerah, sebagai otoritas pemberi ijin usaha perkebunan dan atau usaha pertambangan, dan juga sebagai pengelola wilayah untuk memikirkan hal demikian.

Penulis : Pencil Ally