BENGKULU,SUARLISARIM.-Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrana) merupakan
Satwa liar yang termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah
(critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis
Lembaga Konservasi Dunia (IUCN).
Populasi liar satwa ini diperkirakan hanya
tersisa sekitar 400-500 ekor, terutama hidup di kawasan-kawasan konservasi,
seperti taman-taman nasional di Sumatera termasuk TNKS yang ada di Provinsi
Bengkulu.
Kucing besar ini mengalami ancaman kehilangan
habitat karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan
gambut dan hutan hujan pegunungan terancam oleh berbagai kegiatan pembukaan
hutan, seperti pembukaan lahan pertanian dan perkebunan komersial, kegiatan
pertambangan, dan juga perambahan hutan oleh aktivitas pembalakan dan atau
pembukaan kebun oleh masyarakat. Karena habitatnya semakin sempit dan
berkurang, sering kali sejumlah harimau terpaksa memasuki pemukiman warga.
Cukup banyak harimau yang dibunuh dan ditangkap
karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan yang tanpa
sengaja dengan manusia. Kadang-kadang malah sebaliknya, ada juga kucing besar
ini yang menyerang bahkan membunuh manusia yang ditemuinya.
Harimau sumatera yang makanannya hanya tergantung
pada tempat tinggalnya saja dan seberapa berlimpah mangsanya. Sebagai predator
utama dalam rantai makanan, harimau mepertahankan populasi mangsa liar yang ada
di bawah pengendaliannya, sehingga keseimbangan antara mangsa dan vegetasi yang
mereka makan dapat terjaga.
Harimau sumatera yang terkenal langka dan
pemalu, sekarang ini malah menampakkan diri dan bahkan menyerang manusia
seperti halnya kasus di Kabupaten Seluma.
“ Ada 57 ekor harimau sumatera, turun gunung
atau keluar dari hutan mendekati pemukiman di berbagai wilayah Provinsi
Bengkulu” begitu pernyataan yang disampaikan oleh salah seorang Kepala Seksi di
Badan Konservasi Sumberdeaya Alam Bengkulu. Lebih tragis lagi, seorang petani
di Desa Talang Beringin, Seluma Utara, tewas akibat diserang harimau
(22/02/2015).
Sepanjang 5 tahun Terakhir, sejak tahun 2007 sampai 2011 tercatat
sebanyak 395 konflik manusia dengan Harimau (Panthera tigris sumatrana) di sembilan provinsi disumatra. Diantaranya, Aceh : 106 Kasus,
Bengkulu:82 Kasus, Jambi:70 Kasus, Lampung: 47 Kasus, Sumbar: 36 Kasus, Riau:26
Kasus, Ulu Masan Aceh: 15 Kasus, Sumut: 11 Kasusu, Sumsel: 2 kasus. Dari data
tersebut, ternyata Provinsi Bengkulu menduduki peringkat ke dua sebagai
provinsi yang memiliki konflik manusia dengan Harimau Terbanyak dari
provinsi-provinsi yang ada di sumatra.
Masuknya harimau ini kepemukiman warga dan
menyerang, mengindikasikan bahwa habitat mereka telah terganggu dan rusak.
Secara alamiah, perilaku harimau hanya mencari makan untuk mempertahankan hidup
dan berkembang biak untuk kelangsungan generasinya. Harimau mempunyai home
range atau kawasan jelajah yang tetap, untuk mencari makan dan bertempat
tinggal. Jika pada wilayah jelajahnya ketersediaan makanannya kurang maka
harimau ini kemungkinan besar akan keluar untuk mencari makanan.
Hal ini juga di karenakan Pemberian ijin
pertambangan, ijin perkebunan, ijin pengusahaan hutan, dan ijin-ijin kegiatan hutan
lainnya, dengan luasan sampai ratusan ribu hektar tanpa adanya kontrol. dengan
demikian sangat besar kemungkinan berdampak negatif pada berbagai sektor
kehidupan. Salah satunya adalah terfragmentnya habitat harimau sumatera.
Rusaknya habitat harimau dan juga habitat
mangsanya ini mengakibatkan harimau turun gunung dan mencari mangsa ke daerah
pemukiman penduduk atau daerahnya yang diganggu penduduk. Turun gunungnya harimau
ini, hanyalah sebagian kecil dari dampak pembangunan di era yang sekarang ini.
sungguh tak terhitung banyaknya dampak lain jika pembangunan yang dilakukan
tidak berwawasan lingkungan. Oleh karena itu, sudah saatnya kepala daerah,
sebagai otoritas pemberi ijin usaha perkebunan dan atau usaha pertambangan, dan
juga sebagai pengelola wilayah untuk memikirkan hal demikian.
Penulis : Pencil Ally
Tidak ada komentar:
Posting Komentar